Kisah Kontroversial di SMK Pandu, Cibungbulang Bogor: Menahan Ijazah Siswa karena Tunggakan Biaya Administrasi
![]() |
Bogor, Kresna.biz.id - Dunia pendidikan di Kabupaten Bogor, khususnya di SMK Pandu, sedang menjadi sorotan publik akhir-akhir ini.
Sorotan ini berasal dari keputusan kontroversial yang diambil oleh Kepala Sekolah SMK Pandu, Mahsun Yunani, yang telah menahan ijazah siswa yang telah lulus karena adanya tunggakan biaya administrasi.
"Saya tidak akan memberikan pengecualian. Semua harus lunas," tegas Kepala Sekolah SMK Pandu seperti dikutip dari mediasinarpagigroup.com. Senin, (16/10/2023).
Keputusan ini membuat banyak orang terkejut dan prihatin, terutama Tedi, seorang ayah dari siswa bernama Muhammad Rifky Pratama.
Dampak dari kebijakan ini menjadi lebih pribadi ketika putra Tedi mendapat panggilan tes pekerjaan dari sebuah perusahaan, dengan syarat utama adalah fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh sekolah.
Namun, SMK Pandu tetap menolak memberikan fotokopi tersebut tanpa pelunasan biaya administrasi penuh. Padahal, Tedi bersedia membayar dan bahkan meminta kebijaksanaan dengan membayar 25% dari jumlah tunggakan sebagai tanda niat baik.
Dengan harapan bahwa putranya bisa memenuhi syarat tes pekerjaan, Tedi mencoba mengatasi situasi ini. Namun, dengan pendapatan yang terbatas sebagai seorang perangkat desa, ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar tunggakan administrasi sekaligus.
Meskipun ia telah berulang kali memohon kepada pihak sekolah untuk memberikan pengecualian atau kesepakatan pembayaran yang lebih mudah, sekolah SMK Pandu tetap kukuh pada kebijakan mereka, yang membuat Tedi harus meminjam uang dari sana-sini untuk memenuhi harapan putranya yang akan mengikuti tes kerja.
Kisah ini memunculkan pertanyaan tentang apakah pihak sekolah seharusnya lebih sensitif terhadap situasi finansial siswa dan keluarga mereka.
Dalam menghadapi tantangan ekonomi, banyak orang tua seperti Tedi yang ingin memberikan peluang terbaik bagi anak-anak mereka.
Sorotan terhadap SMK Pandu di Cibungbulang Bogor ini menjadi sorotan penting dalam perbincangan tentang hak pendidikan yang adil dan akses yang setara bagi semua siswa, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka.